Tayang Sampai Saat Ini

Rabu, 23 Mei 2018

Bayi Rentan Diganggu Makhluk Halus, Ini Alasan dan Solusinya

BALI EXPRESS, DENPASAR –
(bx/adi/yes/JPR) – sumber : Kalender Bali


Menjaga bayi adalah pekerjaan yang gampang-gampang sulit. Oleh karena itu, diperlukan kesabaran dan ketelatenan. Meski demikian, terkadang sebagai pengasuh, terutama orang tua, bisa saja mengalami hal yang membingungkan. Misalnya bayi tiba-tiba menangis tak wajar pada jam-jam tertentu, khususnya tengah malam. Ketika dicek secara medis, ternyata si bayi sehat walafiat. Namun, tetap saja setiap malam si bayi menangis tidak karuan, seperti ketakutan. Bagaimana cara menangkalnya?

Sebagai masyarakat nusantara, khususnya Bali, fenomena semacam itu tak jarang dialami keluarga yang baru dikaruniai seorang anak. Oleh karena itu, bayi orang Bali diperlakukan dengan sangat ketat, terutama dari segi ritual. Perlakuan bayi, ari-ari, dan sang ibu yang baru melahirkan, sangat spesial.

Salah satu akademisi Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar, Dr. I Made Adi Surya Pradnya atau yang populer dengan nama Jro Dalang Nabe Roby, tak menampik ada kepercayaan masyarakat Bali terhadap fenomena gaib yang terjadi pada bayi. Masyarakat Bali yang lekat dengan budaya religius magis, kata dia, percaya jika bayi rawan diganggu oleh makhluk halus atau orang yang mengamalkan ilmu hitam.

“Dalam Kanda Pat Rare, bayi disebut orang yang masih suci. Jadi, orang yang masih suci menjadi ‘makanan empuk’ dari orang-orang yang mengamalkan ilmu gaib secara negatif,” ujarnya kepada Bali Express (Jawa Pos Group), Selasa (30/5/2017) lalu.

Konon, makhluk halus atau orang yang mengamalkan ilmu hitam, lanjutnya, mencium aroma bayi yang baru lahir seperti masakan yang lezat. “Jadi, baunya sangat enak, seperti masakan,” ungkapnya.

Berkenaan dengan hal itu, bayi menurutnya harus mendapat perlakuan ekstra, tak hanya secara medis, juga secara ritual. Tak hanya si bayi, namun berdasarkan ajaran Kanda Pat, seorang lahir ke dunia bersama Catur Sanak atau empat orang saudara. Yang paling tua berwujud fisik yeh nyom (air ketuban) dan dinamakan Anggapati. Kedua berwujud fisik getih (darah) dengan nama Mrajapati. Ketiga berwujud fisik ari-ari (plasenta) dengan nama Banaspati. Sedangkan yang keempat berwujud fisik lamas (lapisan lemak yang membungkus janin) dengan nama Banaspati Raja. Keempat saudara inilah yang dipercaya menemani dan menjaga manusia selama hidupnya, meski kelak tak ada lagi wujud fisiknya, sehingga harus diperlakukan dengan hati-hati.

Salah satu yang biasanya dibawa pulang ke rumah dan dikubur di pekarangan adalah ari-ari. Ari-ari tersebut pun tak sekadar dikubur, namun diberikan ritual dan dijaga dengan berbagai benda, seperti ditutup dengan batu, diberi pandan berduri, dan ditutup dengan keranjang. Bahkan, setiap hari diberikan sesajen dan diberikan penerangan berupa lampu minyak. “Menjaga Sang Catur Sanak ini penting, karena untuk menyerang si bayi, bisa saja melalui nyama patnya,” jelas doktor termuda IHDN tersebut.

Selain itu, biasanya distanakan pula Sang Hyang Kumara di pelangkiran. Seperti yang tercantum dalam mitologi, Sang Hyang Kumara atau Sang Hyang Rare Kumara adalah putra Dewa Siwa yang bertugas menjaga bayi.

Nah, jika segala perlakuan secara medis maupun ritual telah dilaksanakan, namun si bayi menangis setiap sandi kala (pergantian waktu), khususnya pada sore hari menjelang malam atau pada tengah malam, maka tidak menutup kemungkinan ada hal gaib yang mengganggu.

“Bayinya sehat, mengapa menangis terus. Padahal, susu juga sudah diberikan, ternyata tetap menangis. Pasti ada faktor lain,” ujarnya.

Dengan demikian, Jro Dalang Nabe Roby mengatakan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pertama, Sang Hyang Rare Kumara setiap hari harus dibantenin (diberikan sesajen) dan diisi mainan. Demikian pula ari-arinya. “Apabila si bayi masih menangis setiap jam 12 malam, maka perlu dibuatkan segehan kepelan berisi nasi wong-wongan yang dihaturkan di bawah tempat tidur si bayi. Itu dihaturkan sebagai upah, agar tidak si bayi yang diganggu,” paparnya.

Selanjutnya, ia mengatakan, ada cara lainnya, yakni dengan air klebutan atau air yang diambil dari mata air langsung atau sumur. Selanjutnya air tersebut dilemparkan ke atap dapur dan air yang jatuh ditadah dengan kukusan dan diwadahi panci tanah liat.

“Air tersebut kemudian dipercikkan sebagai tirtha kepada bayi. Itu panugerahan Brahma Geni. Jadi, itu yang dipakai ngeseng (membakar) energi negatif,” jelasnya.

Selain itu, Jro Dalang mengatakan, perlu juga pengecekan pekarangan. “Sebelum bayi dibawa ke rumah, rumah harus dibersihkan dahulu. Terutama di panunggun karang, harus ngatur piuning dan menyampaikan bahwa akan ada anak kecil di rumah itu dan agar ikut menjaga,” bebernya.

Dari semua itu, ia menegaskan, yang paling penting untuk menenangkan bayi adalah sentuhan dan pelukan seorang ibu. Tidak bisa dipungkiri, antara bayi dan ibu ada ikatan jiwa dan emosional yang sangat kuat. “Jadi, sentuhan dan pelukan seorang ibu sangatlah penting,” tandasnya.