Banyak alasan yang mendorong
orang untuk Malukat di sumber mata air yang diyakini punya tuah khusus.Menurut
Ida Sri Bhagawan Narendra Acharya Daksa Manuaba, Malukat berasal dari kata
Sulukat, Su berarti baik, dan Lukat berarti penyucian. Melukat biasanya dilakukan
di sumber mata air, tempat suci ataupun di sebuah griya.
Dijelaskannya, dalam Reg Veda II.
35.3 disebutkan, Tamu sucim sucayo didivansam, Apam napatam parithasthur apah.
Yang berarti bahwa air suci murni yang
mengalir, baik dari mata air maupun dari laut mempunyai kekuatan yang
menyucikan.
Pembersihan tak hanya dilakukan
secara skala (fisik), namun juga dilakukan secara niskala. Yang disucikan
adalah pikiran, tubuh juga jiwanya, baik secara skala maupun niskala. Melukat
juga merupakan upaya penyeimbangan antara Bhuana Alit (tubuh manusia) dan
Bhuana Agung (Alam Semesta). “ Energi Bhuana Alit harus diseimbangkan dengan
Bhuana Agung. Karena energi yang terbesar dan selalu positif adalah energi
alam. Energi yang ada pada Bhuana Alit (tubuh manusia) biasanya dipengaruhi
banyak hal, makanya berubah menjadi negatif. Perubahan energi itulah yang membuat kita kadang merasa
gelisah, uring – uringan, bahkan mengidap sakit tahunan.
Dalam prosesi Panglukatan, tempat
melukat dianggap penting. Sesuai yang dipaparkan dalam Reg Veda, ada tiga
kategori tempat Panglukatan yang dikatakan baik, yaitu tempat Panglukatan yang
memiliki mata air sekaligus disucikan seperti Patirtaan, Beji, Campuhan, dan
Laut, yang memiliki vibrasi positif.
Panglukatan umumnya menggunakan
prasarana seperti Nyuh Gading, Pajati, Prayascita dan Rayuan. Semuanya
tergantung tempat yang didatangi untuk Malukat. Malukat itu sangat penting,
apalagi bagi mereka yang terlahir khusus, seperti Mamelik. Karena Malukat tak
hanya tubuh yang dibersihkan, jiwa, pikiran juga dibersihkan.
Malukat sesungguhnya tidak mengenal
hari baik. Tergantung kesiapan diri dalam melakukan pembersihan. Sebenarnya
kapan pun baik melakukan Panlukatan. Tak harus ketika rahinan Purnama ataupun
Tilem, yang terpenting adalah kesiapan yang Malukat. Jika pikiran dan batin
kita tak siap, ya sama saja bohong. Meskipun Malukatnya pada saat hari terbaik
dalam setahun sekalipun.
Tatacara yang benar Malukat
diawali dengan menghaturkan Pajati ataupun banten yang dibawa. Ada baiknya
Malukat harus dipimpin oleh pemangku ataupun sulinggih jika melukat di griya.
Pemangku akan menyampaikan tujuan
pamedek yang datang Malukat. Sebab, setiap orang yang datang memiliki tujuan yang berbeda.
Setelah menghaturkan banten,
sebaiknya pamedek segera bersiap untuk melakukan panglukatan, yakni mandi di
bawah mata air langsung atau diguyur menggunakan Nyuh Gading. Sebelum mandi,
Ida Rsi menyarankan yang Malukat mengucapkan mantra atau memohon doa. “Di dalam
Reg Veda disebutkan ada sebuah mantra khusus Panglukatan. Tapi jika tidak
memungkinkan atau tidak hafal, ucapkan Mantram Gayatri saja sudah cukup,”
jelasnya.
Dalam Reg Veda X. 17.10
dijelaskan sebuah mantram yang digunakan sebelum melakukan Panglukatan yaitu:
Apo asman matarah Sundhayantu, Ghrtena no Ghrtapvah punantu, Visvam hi ripram
pravahanti devir, Ud id abhyah sucir a puta emi. Yang berarti, semoga air suci
yang merupakan berkah dari alam semesta ini, menyucikan diri serta pikiran
kami, agar kami bercahaya dan gemerlap. Semoga air suci ini melenyapkan segala
kekotoran. Kami akan bangkit dari kegelapan (kotor) dan memperoleh kesucian.
Setelah usai mandi dan
membersihkan tubuh, pamedek disarankan untuk mengganti pakaian dengan pakaian
yang bersih. Setelah Malukat, selalu diakhiri dengan persembahyangan. Namun,
pamedek wajib mengganti pakaiannya dengan yang lebih bersih. Pasalnya, setelah Malukat diibaratkkan kita telah
bersih, dan harus diikuti dengan pakaian yang bersih pula.
Sumber : Bali Express Denpasar